Seorang
ibu menyuruh seorang anaknya membeli sebotol penuh minyak. Ia memberikan sebuah
botol kosong dan uang sepuluh rupee. Kemudian anak itu pergi membeli apa yang
diperintahkan ibunya. Dalam perjalanan pulang, ia terjatuh. Minyak yang ada di
dalam botol itu tumpah hingga separuh. Ketika mengetahui botolnya kosong
separuh, ia menemui ibunya dengan menangis, “Ooo… saya kehilangan minyak
setengah botol! Saya kehilangan minyak setengah botol!” Ia sangat bersedih hati
dan tidak bahagia. Tampaknya ia memandang kejadian itu secara negatif dan
bersikap pesimis.
Kemudian,
ibu itu menyuruh anaknya yang lain untuk membeli sebotol minyak. Ia memberikan
sebuah botol dan uang sepuluh rupee lagi. Kemudian anaknya pergi. Dalam
perjalanan pulang, ia juga terjatuh. Dan separuh minyaknya tumpah. Ia memungut
botol dan mendapati minyaknya tinggal separuh. Ia pulang dengan wajah
berbahagia. Ia berkata pada ibunya, “Ooo… ibu saya tadi terjatuh. Botol ini pun
terjatuh dan minyaknya tumpah. Bisa saja botol itu pecah dan minyaknya tumpah
semua. Tapi, lihat, saya berhasil menyelamatkan separuh minyak.” Anak itu tidak
bersedih hati, malah ia tampak berbahagia. Anak ini tampak bersikap optimis
atas kejadian yang menimpanya.
Sekali
lagi, ibu itu menyuruh anaknya yang lain untuk membeli sebotol minyak. Ia
memberikan sebuah botol dan uang sepuluh rupee. Anaknya yang ketiga pergi
membeli minyak. Sekali lagi, anak itu terjatuh dan minyaknya tumpah. Ia
memungut botol yang berisi minyak separuh dan mendatangi ibunya dengan sangat
bahagia. Ia berkata, “Ibu, saya menyelamatkan separuh minyak.”
Tapi
anaknya yang ketiga ini bukan hanya seorang anak yang optimis. Ia juga seorang
anak yang realistis. Dia memahami bahwa separuh minyak telah tumpah, dan
separuh minyak bisa diselamatkan. Maka dengan mantap ia berkata pada ibunya,
“Ibu, aku akan pergi ke pasar untuk bekerja keras sepanjang hari agar bisa
mendapatkan lima rupee untuk membeli minyak setengah botol yang tumpah. Sore
nanti saya akan memenuhi botol itu.”
Kita
bisa memandang hidup dengan kacamata buram, atau dengan kacamata yang terang.
Namun, semua itu tidak bermanfaat jika kita tidak bersikap realistis dan
mewujudkannya dalam bentuk KERJA.